GENERASI MILENIAL : AGENT OF CHANGE DALAM PENGAKTUALISASIAN KEDAULATAN PANGAN
(Foto: bitra.or.id)
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang harus dipenuhi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pangan berarti makanan. Istilah pangan tentunya tidak lagi alien (asing) di telinga pelbagai kalangan. Anak-anak Sekolah Dasar saja sudah diperkenalkan istilah pangan, berikut sandang dan papan.
Tentu saja istilah pangan tidak hanya populer sebatas istilah saja. Istilah pangan termanifestasi secara empirik dalam hidup kita. Kita bisa berbicara soal pangan dengan skala yang sangat luas, lebih-lebih di era yang semakin modern ini. Di era yang selalu bertransformasi ini, semakin banyak pangan olahan yang bermunculan yang diawali dan digerakkan oleh hadirnya daya imajinasi dan kreativitas manusia, lebih-lebih dari kalangan generasi muda.
Pangan yang dikonsumsi menjadi suplai energi atau daya bagi manusia dalam melakukan aktivitas hariannya. Akan tetapi tidak hanya sekedar penyuplai tenaga saja. Dari panganlah manusia beroleh vitamin dan gizi untuk tumbuh kembang jiwa dan raganya. Semua orang tentu mengiyakan pangan sebagai salah satu kebutuhan pokok.
Namun disamping membutuhkan, kita dihadapkan dengan situasi dan kondisi yang miris lagi menyedihkan berkaitan dengan eksistensi pangan. Permasalahan pangan melulu terjadi di dalam sejarah perjalanan hidup manusia. Penyebab timbulnya permasalahan pangan pun beraneka rupa. Contoh nyatanya ada banyak di sekitar kita, lebih-lebih atas ulah sebagian manusia yang membuang-buang makanan.
B. ISI
Permasalahan pangan memang bukan hal baru di bawah kolong langit bumi. Dari masa ke masa, persoalan pangan menjadi salah satu sorotan dan perhatian manusia. Persoalan pangan memang banyak bentuk dan penyebabnya, misalnya saja bencana kelaparan di berbagai negara, khususnya negara-negara di benua Afrika. Bencana kelaparan tersebut bisa disebabkan karena faktor cuaca dan iklim disamping adanya ketidakstabilan kondisi politik yang berkelanjutan.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) PBB di tahun 2018, tercatat ada lebih dari 821 juta orang menderita kelaparan dan dibawah permasalahan pangan lainnya. Selama tiga tahun berturut-turut, PBB memonitor angka permasalahan kelaparan dan pangan yang selalu melanda dunia. Hal tadi merupakan salah satu bentuk contoh nyata yang mengglobal berkenaan dengan permasalahan dan krisis pangan.
Sementara itu, pada tahun 2018, melalui hasil survei dan riset yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia menduduki peringkat 65 dari 113 negara dalam Indeks Ketahanan pangan Global. Hal ini menempatkan Indonesia di peringkat bawah di antara negara kawasan regional seperti Singapura (peringkat 1), Malaysia (peringkat 40), Thailand (peringkat 54), dan Vietnam (peringkat 62). Sumber informasi ini diperoleh dari media detiknews yang diwartakan pada Kamis, 07 Nov 2019 18:14 WIB.
Dari sumber media pemberitaan yang sama, berdasarkan laporan dari Asian Development Bank (ADB). Di tahun 2016-2018, terdapat sekitar 22 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan. Hal itu tentu saja disebabkan oleh pelbagai faktor, misalnya saja karena adanya kemiskinan yang masih ada di banyak wilayah di Indonesia. Sebagai tambahan informasi, pada kurun waktu 2015-2018, diketahui pemerintah memberikan anggaran mencapai Rp 409 triliun kepada Kementerian Pertanian, atau jika dirata-rata lebih dari Rp 100 triliun per tahun. Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam penggelontoran uang sebesar itu juga merupakan upaya untuk meminimalisir tingkat kelaparan dan permasalahan pangan yang selalu membayang-banyangi negara Indonesia. Dana sebesar itu tentunya juga akan digunakan semaksimal mungkin dengan tetap memperhatikan efektivitas dan efisiensitas dalam pengalokasian ke berbagai bidang yang ada.
Persoalan pangan akan terus berdatangan jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Ini dapat menjadi suatu keniscayaan, bahwa di masa yang akan datang masalah ini akan terus berlanjut. Berangkat dari salah satu contoh permasalahan tadi, akhirnya diinisasikan oleh pelbagai pihak untuk merealisir terciptanya kedaulatan pangan.
Kedaulatan pangan dapat diartikan sebagai kemampuan dalam meningkatkan produktivitas pangan lewat ketersediaan instrumen penunjang kegiatan dan hasil pertanian serta ketersediaan pangan yang memadai dan berkualitas tinggi. Terkait dengan tema esai, akan disampaikan apa yang bisa dilakukan oleh Generasi Milenial yang disebut-sebut sebagai agent of change dalam kehidupan manusia.
Ada beberapa peran serta yang bisa dibuat oleh Generasi Milenial dalam merealisasikan kedaulatan pangan diantaranya: 1). Memberikan edukasi atau penyuluhan berkenaan dengan pertanian kepada petani yang muaranya akan menciptakan kedaulatan pangan, 2). Turut memonitor kebijakan yang dilayangkan oleh pemerintah, khususnya dalam sektor pangan dan pertanian, 3). Memaksimalkan peran Sumber Daya Manusia yang memiliki background pendidikan di bidang pangan dan pertanian atau Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) serta segera mengambil langkah konkret bagi kemajuan pertanian dan pangan, 4). Membuka peluang terciptanya ecowisata dalam sektor pertanian yang dapat menambah kemenarikan dan keuntungan para petani, 5). Memperbesar terjadinya konservasi lahan pertanian yang dapat menjadi modal dasar bagi petani dalam mengusahakan pertanian melalui pejabat muda dalam lingkup pemerintahan dan yang terakhir 6). Melakukan contoh konkret namun sederhana yang bisa dilakukan oleh generasi milenial, yakni mulai menghargai makanan dengan tidak membuang-buangnya begitu saja melainkan makanan yang akan disantapnya dapat dihabiskan.
C. PENUTUP
Merealisasikan kedaulatan pangan tentu saja menjadi asa setiap orang. Orang tidak akan lagi merasa khawatir dan cemas apabila ketersediaan pangan yang dimiliki dapat terpenuhi. Bahkan negara Indonesia pun turut memiliki impian akan terciptanya kedaulatan dan ketahanan pangan, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Dalam proses mencapai kedaulatan pangan, manusia ditantang dengan pelbagai rintangan yang dapat menghambat terciptanya kedaulatan pangan. Kemiskinan yang terus bertambah, pertambahan jumlah penduduk yang signifikan, ketidakpastian kondisi alam, politik dan ekonomi yang pasti akan datang serta permasalahan kompleks lainnya yang sudah menjadi “bom waktu” yang akan meledak di saat waktunya tiba.
Namun manusia tidak harus pesimis dalam menjalani kehidupannya di dunia. Rasa pesimis yang hendak datang bisa ditunda bahkan dihalau dengan keinginan bersama yang solid untuk melahirkan kondisi dan tatanan dunia yang lebih baik. Meski media pemberitaan sering mewartakan situasi dan kondisi dunia “di bawah ketiak” persoalan dunia yang semakin kompleks, namun masih ada harapan bagi manusia untuk dapat memelihara dan mengelola kondisi tata kehidupan yang lebih baik lagi.
Generasi Milenial kiranya berkenan menjadi garda
terdepan dalam menangani persoalan-persoalan yang ada dalam kehidupan manusia.
Persoalan itu tentunya berkaitan dengan keberlangsungan dan kepentingan orang
banyak. Maka yang perlu dikesampingkan adalah sikap apatis dan enggan peduli
terhadap persoalan di sekitar lingkungan hidupnya. Niscaya dari hal-hal yang
kecil nan sederhana jika diberi ruang perhatian dapat menjadi “pijakan” perdana
bagi mereka untuk terus peduli terhadap situasi dan kondisi dunia di sekitarnya. (Paska Riyandi)
0 Comments